Untuk Kebutuhan Rumah Tangga, Anak-pun Di Korbankan. Apa Kabar Penegakan Hukum?!

Pernahkah anda melihat joki joki 3 in 1 di kota Jakarta? Pasti pernah. Bagi kita yang tinggal di ibu kota, fenomena profesi dari kebijakan Pemerintah ini sudahlah bukan hal yang asing.Para joki 3 in 1 ini berasal dari usia yang berbeda. Mulai dari belasan tahun, sampai puluhan tahun. Ada yang remaja, ada juga yang ibu rumah tangga.

Namun setiap pagi saya melihat joki 3 in 1, ada hal yang kadang mengiris hati saya. Banyak dari para joki itu membawa bayi setiap hari. Bayi bayi ini menurut pengamatan saya berusia sangat mungil. Seharusnya, bayi bayi ini berada di rumah bermain dengan ibunya atau saudaranya.

Tetapi, apa kenyataan yang harus di terima bayi bayi ini? Untuk alasan ‘mencari nafkah’, bayi bayi ini harus menghisap racun gas buang kendaraan setiap pagi. Bayangkan, bayi bayi ini berhadaan langsung dengan asap knalpot yang menyembur dari kendaraan bermotor yang memadati jalan raya setiap hari kerja. Satu atau dua kali mungkin tidak ada pengaruhnya bagi bayi bayi ini. Namun bagaimana jika bayi bayi ini berjibaku dengan polusi jalan raya setiap hari? Bagai mana efeknya terhadap perkembangan tubuh dan otak bayi tersebut? Seperti yang saya kutip dari Erabaru.net :

“Anak-anak yang tinggal sangat dekat dengan jalan raya kemungkinan tidak hanya terkena sejumlah besar partikel debu dan gas, namun juga radiasi aerosol yang dipancarkan mungkin lebih beracun,” kata pengarang Joachim Heinrich dari German Research Center for Environment and Health di Institute of Epidemiology di Munich.

Atau seperti yang saya kutip dari Media Anak Indonesia :

Ternyata polusi udara juga diduga kuat berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan anak. Ibu hamil yang sering menghirup udara yang tercemar beresiko tinggi melahirkan bayi yang memiliki tingkat IQ rendah.

Bukan hanya ibu ibu diatas saja yang bertanggung jawab atas kesehatan bayi bayi tersebut. Pemerintah-pun seharusnya juga bertanggung jawab. Pemerintah daerah yang melarang keberadaan Joki 3 in 1 seharunya lebih tegas menegakkan aturan yang berlaku. Bentuk operasi pembersihan Joki 3 in 1 saat ini hanya bersifat temporer. Perhatikan saja, razia yang diadakan SatPol PP paling hanya sekitar 2 minggu sampai 1 bulan se-kali. Sisanya, yang para joki itu di biarkan menjamur.

Salah satu Joki 3 in 1 yang membawa bayi di jalan Pakubuwono.

Keberadaan Joki 3 in 1 ini pun menimbulkan dilema bagi kita yang melihatnya. Selain melanggar hukum, di satu sisi, mereka pun membutuhkan tambahan nafkah. Namun ini adalah bukti ketidak tegasan pemerintah dalam menanggapi fenomena yang terjadi di Jakarta. Fenomena joki 3 in 1 sama dengan fenomena PKL, sampai pemukiman liar. Sehari di gusur, besok dibiarkan! Seperti yang saya kutip dari Kompasiana Lifestyle yang berjudul ‘500 Meter dari Istana’ :

Ada dua ironi yang dapat kita lihat dari fenomena ini. Pertama adalah ironi penegakkan hukum. Kedua ironi kemiskinan urban. Secara gamblang, praktek joki three in one menunjukkan lemahnya penegakkan hukum di Indonesia. Joki three in one adalah praktek manipulasi hukum secara nyata. Mobil yang seharusnya tidak bisa melewati wilayah three in one, dengan bantuan para joki ini bisa dengan mudahnya melewati wilayah three in one. Lalu yang jadi pertanyaan, apakah dengan adanya para joki ini kebijakan three in one masih efektif. Kebijakan yang seharusnya ada untuk membatasi jumlah kendaraan pada ruas jalan tertentu, ternyata dapat dengan mudah dimanipulasi dengan adanya para joki tersebut. Dan hal ini terjadi 500 meter dari Istana Negara.

Kedua adalah fenomena kemiskinan urban. Para joki three in one umumnya adalah anak-anak, anak muda (usia sekolah), atau ibu-ibu muda yang menggendong anak. Hal ini jadi cerminan dari kemiskinan yang melanda di daerah urban. Jumlah penduduk miskin DKI Jakarta mencapai 312.180 Jiwa (BPS, 2010), dengan jumlah pengangguran mencapai 582.840 jiwa. Tingginya angka kemiskinan dan pengangguran ini yang menyebabkan banyak orang terpaksa memilih jalur alternatif dalam menafkahi hidup, salah satunya menjadi joki. Dan hal ini terjadi 500 meter dari Istana Negara.

Kalau sudah begini, bagaimana nasib penerus bangsa kita? Masih bayi saja sudah di hadapkan dengan polusi jalan raya! Menangis kadang batin saya melihat fenomena ini. Saya membayangkan bahwa bayi bayi ini seumuran dengan anak saya yang sedang senang senangnya bermain di rumah bersama Bundanya. Kemudian, apa kabar dengan pemerintah daerah? Mengurusi Joki 3 in 1 saja yang sudah ada bertahun tahun saja tidak mampu, bagaimana mau atasi kemiskinan!? (*)

Tinggalkan komentar