Selamat Jalan Biru. Terimakasih.

Foto terakhir saya dengan Biru

Foto terakhir saya dengan Biru

Akhirnya, saat perpisahan itu datang juga. Setelah Biru lama menganggur di pojokan rumah. Kehujanan dan kepanasan. Akhirnya seorang teman dari Thunder Community Indonesia yang juga seorang kolektor Suzuki Thunder 125, berkeinginan untuk meminang Biru. Tak berfikir lama walau dengan perasaan berat, akhirnya saya melepas Biru kepada orang yang benar benar berniat untuk merawatnya.Biru. Sebuah Suzuki Thunder 125 produksi Desember 2006 yang saya beli April 2007, bagi sebagian orang mungkin hanyalah sebuah motor ber-cc kecil dan murah. Yups, saya-pun setuju dengan itu. Namun yang membuat nilainya menjadi berlimpah bagi saya adalah manfaatnya. Biru benar benar menjadi saksi perubahan hidup saya. Motor yang ini saya beli saat saya masih membujang. Dan perlahan saya modifikasi agar tampak lebih gagah.

Terlalu banyak cerita bersama Biru. Dari membujang hingga mengenal istri saya di Kampus Mercu Buana, turing bersamanya, atau sekedar membelah Jakarta berdua. Dan saat saya melamar istri saya pada orang tuanya, saya-pun mengendarai Biru hingga ke Sukabumi hanya untuk mendapatkan restu orang tuanya.

Kehidupan setelah kami menikah-pun banyak diwarnai bersama Biru. Biru lah yang setia menemani saya berkendara Jakarta – Tangerang untuk bekerja ketika saya dan istri harus mengontrak di pedalaman Tangerang.

Saat istri hamil-pun kami selalu pergi ke rumah sakit bersama dengan mengendarai Biru. Biru dengan keterbatasannya, cukup aman dan nyaman bagi istri saya yang sedang hamil saat itu. Hingga saat anak saya yang pertama lahir, Biru pula yang menemani saya menunggu di Rumah Sakit saat itu.

Setalah kelahiran anak saya yang pertama, Biru masih menjadi andalan saya berkendara kemanpun. Walau dengan banyaknya bawaan kebutuhan anak, saya tak merasa khawatir karena box yang dipasangkan pada Biru masih dirasa cukup mengakomodasi semua barang bawaan.

Kenangan lainnya adalah saat anak saya mulai beranjak besar. Motor ini menjadi favoritnya ketimbang Mio istri saya. Karena si kecil bisa duduk di depan sambil berpegangan pada handle bar untuk sekedar berjalan jalan sore keliling komplek. Hingga dia duduk di bangku TK dan awal awal SD kelas 1, Biru masih setia mengantarkannya sekolah setiap pagi.

Biru adalah ‘korban’ dari besarnya mimpi saya. Ketika saya memutuskan untuk membesarkan usaha saya, saya mengalami beberapa kali masalah keuangan hingga untuk merawat Biru, saya nyaris tak ada anggaran lagi. Namun walau beberapa kali saya melakukan perbaikan besar besaran untuk Biru, akhirnya saya memutuskan untuk menjualnya kepada orang yang lebih peduli dengannya.

Dan malam kemarin adalah saat yang benar benar mengharukan bagi saya. Biru secara sah telah menjadi milik orang lain. Jujur saja, berat sekali melepaskan Biru kepada orang lain. Namun semua harus dilakukan, demi kebaikan Biru juga. Dirawat oleh orang yang benar benar memahaminya.

Biru pula yang menjadi nyawa blog ini. Cerita tentang Biru adalah cerita yang paling banyak dikunjungi pembaca. Saya sangat berterimakasih kepada seluruh pembaca atas atensinya. Semoga kisah tentang Biru bisa menginspirasi anda semua.

Sayonara Biru. 11 tahun kurang 1 bulan aku memilikimu. Terimakasih atas segala jasamu. Terimakasih atas segala kesetiaanmu menemani perjalanan panjangku melintasi waktu. Semua orang tau, bahwa aku benar benar bangga dan bersyukur memilikimu.

Terimakasih.

Sampai berjumpa kembali.

3 thoughts on “Selamat Jalan Biru. Terimakasih.

Tinggalkan komentar